Ir. ediana wayan M.Si
Dewasa ini masyarakat dunia deman dilanda perubahan gaya hidup back to nature disertai adanya tuntutan konsumen terhadap produk hortikultura yang bermutu. Kaitan dengan hal tersebut, penyediaan produk segar yang bermutu tinggi, aman dikonsumsi sangat diperlukan sehinga produk hortikultura Indonesia juga dapat bersaing di pasar dunia.

Pendahuluan. Dalam era globalisasi negara-negara produsen buah-buahan, tidak lagi mengandalkan hambatan berupa tarif tetapi lebih menekankan kepada persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut, dan dalam rangka menghasilkan produk buah-buahan yang bermutu baik dan aman dikonsumsi, Departeman Pertanian bersama–sama masyarakat perbuahan Indonesia menyusun ketentuan cara berproduksi buah yang baik dan benar, yang sering disebut dengan Good Agricultural Practices (GAP), yaitu mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan prinsip traceability (dapat ditelusuri asal-usulnya dari pasar sampai kebun).

Apa itu GAP. GAP adalah aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tersedia untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan cara menjamin keberlanjutan dalam memproduksi makanan dan produk pertanian lain yang sehat, aman dan bermutu dengan cara-cara yang dapat menjaga harkat kemanusiaan, yang secara ekonomi layak dan secara sosial dapat diterima.

Terdapat beberapa elemen penting dalam GAP yaitu diproduksi dengan teknologi yang dapat mejaga kelestarian alam, diproduksi dengan tetap menjaga kesehatan dan kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya penularan hama dan penyakit ke wilayah lain, menghasilkan produk yang aman dikonsumsi dan berkualitas, dan sistem produksinya transfaran; serta setiap kegiatan penting harus dicatat.

GAP juga dapat merupakan panduan bagi pelaku usahatani buah-buahan dalam melaksanakan usahataninya. Melalui penerapan GAP, dimasa mendatang akan dihasilkan produk buah, sayur dan biofarmaka yang bermutu baik dan aman dikonsumsi. Disamping itu, juga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas, efisiensi produksi dan daya saing, efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mempertahankan kesuburan lahan, mendorong petani dan kelompoktani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional serta menjamin keamanan terhadap konsumen.

Apa saja kreteria GAP. Terdapat 3 kelompok kriteria yang digunakan dalam GAP yaitu: Anjuran, yaitu dianjurkan untuk dilaksanakan; Sangat dianjurkan, yaitu sangat dianjurkan untuk dilaksanakan; Wajib, yaitu harus dilaksanakan. Sertifikasi merupakan penilaian yang diberikan kepada petani/pemilik kebun atas usahatani yang dilakukan. Hasil ini dikelompokan menjadi produk Prima Satu (P-1),Prima Dua (P-2), dan Prima tiga (P-3).

Dalam melaksanakan GAP dibuat standar pelaksanaan pekejaan atau disebut Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam setiap usaha pertanian, agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan. SPO ini harus dibuat dalam bentuk manual yang akan dan mudah diterapkan oleh petani. Dengan mengikuti manual tersebut secara tepat, maka produk yang dihasilkan akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kontrol kualitas dapat dilakukan dengan mengecek proses produksi; setiap penyimpangan kualitas dan produksi dapat diketahui dari penyimpangan proses. Teknik yang digunakan dalam SPO berdasaran pada rekomendasi ahli pertanian dan dirancang sesuai dengan kondisi lokal aktual serta mudah diadopsi oleh petani.

GAP adalah merupakan praktek pertanian yang bertujuan untuk : a) memperbaiki kualitas produk berdasarkan pada standar spesifik; b) menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi; c) menjamin penghasilan yang tinggi: d) menjamin teknik produksi yang sehat; e) menjamin kesehatan dan kesehatan pekerja: f) memaksimasi efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam: g) mendorong pertanian berkelanjutan; dan h) meminimasi resiko pada lingkungan.

Bagaimana Menerapakan GAP. Dalam penerapan GAP perlu dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan kelompoktani sehingga apa yang ditetapkan dalam SPO dapat dilakukan dengan baik. Bila penerapan GAP pada sistem kebun skala kecil, petani dapat berkelompok dan mengangkat manajer. Kelompoktani ini adalah kelompoktani komoditas sehamparan atau se-wilayah. Kelompoktani tersebut seeara bersamaan mengelola kebun buah berdasarkan SPO yang dipandu oleh manajer. Penetapan seorang manajer sebaiknya adalah seorang Sarjana Pertanian yang mempunyai kemampuan dalam mengelola kebun buah, memahami prinsip GAP, dan mampu mengelola kelompoktani. Manajer nantinya dibayar dari peningkatan penerimaan petani. Namun pada awalnya manajer dengan asisten manajer dapat dibiayai oleh pemerintah (Pemerintah Daerah).

Apa saja tugas Manajer. Manajer akan bertugas:
a. Melakukan negosiasi dan kontrak dengan pembeli (super market, pedagang besar atau eksportir) mengenai standar mutu yang diminta dan jaminan pasar.
b. Menyusun protokol detail (SPO) mengenai manajemen produksi untuk meneapai mutu tersebut. Dalam menyusun protokol ini manajer dapat berkonsultasi dengan pakar setempat.
c. Melaksanakan prodsedur GAP dengan petani, membimbing petani melakukan manajemen kebun samapai penanganan buah pasea panen sesuai SPO.
d. Membantu petani memperoleh sarana dan prasarana pertanian pada waktu yang tepat.
e. Melakukan pencatatan semua aktivitas yang terkait dengan budidaya sampai panen dan pasca panen pada setiap satuan lahan. Petani juga dibimbing mencatat semua aktivitas. Catatan ini perlu disimpan (dalam komputer) di kantor manajemen untuk pedoman pelaksanaan budidaya tahun berikutnya.
f. Melakukan internal audit atau pengkajian ulang paling tidak setahun sekali.
g. Memasarkan hasil produksi. Membantu petani dalam kontrak jual beli, mencarikan pasar yang lebih baik.
h. Menjadi penghubung antara petani dan pedagang, maupun pemerintah. Membantu petani mencari dukungan pemerintah dalam pengusahaan sarana pertanian (seperti irigasi, akses jalan, dan lain-lain).

Bagaimana Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan GAP . Di Indonesia penerapan GAP masih memerlukan peran pemerintah. Penerapan GAP tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya perencanaan makro yang baik, pelatihan dan pendidikan yang konprehensif, pakar dan penyuluh atau konsultan yang terlatih dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang yang memadai, serta promosi terus menerus pada konsumen.

Pemerintah perlu melakukan pelatihan terhadap manajer, asisten manajer dan petani mengenai GAP. Penyuluh pertanian juga perlu dipersiapkan dengan baik dan dibekali dengan kemampuan yang memadai. Penyuluh pertanian yang ada saat ini lebih banyak disiapkan sebagai penyuluh pertanian untuk komoditas padi. Karena itu, mereka harus diberi tambahan bekal berupa pendidikan bidang hortikultura dan kemampuan mengenai jaminan mutu. Selain itu, lembaga penelitian seperti BPTP perlu mempersiapkan orang-orang yang spesialis dalam berbagai aspek diantaranya budidaya, pasca panen dan pemasaran buah-¬buahan. Selain itu, juga harus ada yang ahli pemupukan, irigasi, pengendalian harna, pengendalian penyakit dan lain sebagainya. Dalam kegiatan ini sangat diperlukan adanya orang¬- orang yang spesialis, bukan generalis. Lembaga-lembaga penelitian seperti BPTP, Puslitbang Hortikultura dan Perguruan Tinggi setempat harus melakukan penelitian-penelitian terapan untuk menghasilkan teknologi yang spesifik. Para pakar di lembaga-Iembaga tersebut harus siap untuk memberikan konsultasi pada para penyuluh, manajer dan petani.

Kunci penting dalam penerapan GAP di Indonesia adalah :
a. Adanya kelompoktani komoditas yang bersama-sama mempunyai komitmen kuat dalam menerapkan GAP;
b. Adanya SPO yang baik;
c. Adanya manajer yang membantu petani anggota kelompok dalam melaksanakan GAP;
d. Adanya pelatihan penerapan GAP;
e. Adanya sistem pendukung yang difasilitasi oleh pemerintah;
f. Dilakukannya promosi terus-menerus pada petani dan konsumen.

Kemudian lembaga yang akan terlibat dalam aktivitas ini adalah: 1) kelompoktani dengan manajernya; b) Penyuluh atau konsultan pertanian; c) Dinas Pertanian dan Bapeda: d) Lembaga Penelitian seperti BPTP, Puslitbang Hortikultura, dan Perguruan Tinggi; dan e) Adanya Organisasi Jaminan Mutu Buah-buahan.

Peran Pemerintah Pusat meliputi:
a. Merumuskan kebijakan baku tentang GAP, termasuk membuat lembaga sertifikasi (LSSM).
b. Membuat pedoman teknis pelaksanaan GAP, menyusun SPO komoditas unggulan.
c. Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan GAP.
d. Menciptakan kondisi agar masyarakat mau dan memprioritaskan mengkonsumsi buah nusantara dari kebun yang terakreditasi dengan pendidikan konsumen.

Peran Pemerintah Daerah adalah:
a. Mengadakan kampanye, penyuluhan dan pelatihan kepada petani mengenai GAP.
b. Memilih, mengangkat dan melatih manajer dan asistennya.
c. Membantu dalam pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penerapan GAP, seperti :
1) Rujukan teknis laboratorium analisis tanah.
Laboratorium ini melakukan pelayanan konsultasi pada petani dan manjer tentang kesesuaian lahan, kebutuhan pemupukan, diagnosa daun serta interpretasi dari analisis data.
2). Stasiun meteorologi pertanian.
Stasiun ini membantu petani dan manajer mengetahui prakiraan cuaca, memberi petunjuk praktis yang terkait dengan cuaca seperti pengairan, perlindungan dari kekeringan, serta perencanaan pengembangan areal untuk buah-buahan.

3). Sumber air irigasi.
Pelayanan ini meliputi penjadwalan dan perencanaan ketersediaan air, pengaturan panen air hujan, penggunaan air yang tersedia baik air tanah, sungai ataupun tarnpungan air hujan. Pelayanan juga meliputi penyuluhan mengenai perlunya irigasi bagi tanman buah¬buahan.
4). Peta pewilayahan komoditas.
Peta pewilayahan komoditas dan daftar komoditas unggulan diperlukan sebagai pedoman untuk investasi.
5). Perusahan pembibitan yang profesional.
Perlu disipkan perusahaan pembibibtan yang profesional, pusat penyediaan bahan tanarnan yang bebas virus, laboratorium kultur jaringan, penyediaan inokulan mikoriza dan sebagainya.
6). Klinik Tanaman.
Klinik ini bertugas untuk memberikan konsultasi pengendalian organisme pengganggu tanarnan dan memberikan saran tindakan terhadap adanya gangguan. Promosi mengenai pentingnya pengendalian hama, penyakit dan gulma diperlukan.
7). Laboratorium pengendalian kualitas buah.
Laboratorium ini dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan analisis mutu buah, pencemaran mikroba, pestisida dan sebagainya. Laboratorium ini juga perlu secara aktif memberikan saran teknik mencegah penurunan mutu.
8). Sarana pasca panen dan gudang pendingin.
Sarana ini sangat diperlukan pada sentra produksi. Pada sarana ini dilakukan sortasi, grading sarnpai dengan pengemasan dan kalau perlu penyimpanan buah. Disini juga dilakukan transaksi atau lelang buah. Perlu didorong agar super market, pedagang besar maupun eksportir datang dan transaksi disini.
9). Asosiasi Jaminan Mutu.
Asosiasi ini terdiri dari kebun-kebun buah (diwakili oleh ketua kelompoktani atau manajer), pedagang buah super market, eksportir dan peneliti (dari BPTP, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Daerah), dan wakil pemerintah daerah. Asosiasi ini bertugas menetapkan kriteria dan standar mutu, mengevaluasi dan menyempumakan protokol jarninan mutu dan mengevaluasi mutu buah-buahan. Asosiasi juga menjadi lembaga penengah bila terjadi perselisihan mengenai mutu antara produsen dan pedagang.

Bagaimana Lagkah Operasionalnya ? Untuk lebih meningkatkan daya saing buah-buahan, pola yang dikembangkan adalah dengan menciptakan pewilayahan komoditas unggulan yang memiliki comparative advantage dan competitve advantage. Setelah dilakukan pe-wilayahan komoditas dan ditetapkan varietas yang akan dikembangkan, maka langkah berikutnya adalah membangun dan mengelola kebun berdasarkan konsepsi GAP. Dalam melaksanakan, kelembagaan petani memegang peran yang sangat penting, karena itu penantaannya menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Perlu pula dibentuk kelembagaan pemasaran khusus untuk buah-buahan bermutu.

1. Pe-wilayahan Komoditas dan Penetapan Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan adalah komoditas yang diusahakan berdasarkan keunggulan kompotitif dan komporatif ditopang oleh pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan agroekosistem untuk meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect terhadap berkembangnya sektor lainnya. Pengertian ini meliputi dua dimensi dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, komoditas tersebut ditopang oleh kesesuaian agroekosistem dan biofisik wilayah, penguasaan teknologi produksi dan pasca panen oleh petani, serta kemampuan petani untuk memasarkan produk. Dari sisi permintaan, komoditas tersebut mempunyai pasar yang riil dan berkembang.

Komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan kriteria: agronomis, ekonomi dan pasar, manajemen, sosial dan budaya serta infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Kriteria Agronomis meliputi: a) potensi produksi dari comoditas; b) ketersediaan benih; c) kesesuaian agroekosistem dan biofisik wilayah; d) sistem pertanian yang dilakukan masyarakat; e) dukungan teknologi produksi dan pasca panen serta; f) potensi penguasaan teknologi oleh petani.

Kriteria ekonomi meliputi potensi ekonomi komoditas, karakteristik pasar dari produk, potensi konsumen dan potensi untk penggunaan lain. Potensi ekonomi komoditas dipengaruhi oleh ketersediaan modal investasi, tingginya ROI (Return of Investment) , NPN (Net Present Value), B/e ratio, dan payback period. Ketersediaan tenaga kerja, organisasi petani, tingkat partisipasi petani, perlu mendapat perhatian dalam pengembangan komoditas unggulan. Pengembangan komoditas unggulan hruss pula sesuai dengan sosial dan budaya masyarakat.

Kebijakan dan strategi pemerintah di bidang pertanian, insentif untuk pengembangan, politik perdagangan, proteksi dan subsidi, dukungan investasi (ketersediaan kredit), sangat mempengaruhi pengembangan komoditas unggulan. Selain itu kondisi infrastruktur yang meliputi sarana irigasi, transportasi (jalan, pelabuhan) juga sangat penting perannya dalam pengembangan komoditas unggulan.

Secara ringkas, perwilayahan komoditas dan penentuan komoditas unggulan di kabupaten dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Komoditas buah-buahan disaring berdasarkan kriteria agroekologi, prioritas nasional dan nilai komoditas.
b. Buah terpilih ditetapkan peringkatnya berdasarkan data-data yang bisa diperoleh dengan kriteria produktivitas, perdapatan masyarakat, produksi, perdagangan dan kesempatan kerja.
c. Buah-buahan tersebut juga dirangking berdasarkan "pendapat ahli" (pakar panel).
d. Hasil penetapan peringkat berdasarkan data (nomor 2) dan berdasarkan pendapat ahli (nomor 3) digabungkan, sehingga diperoleh peringkat akhir.
e. Pada setiap satuan lahan ditetapkan komoditas buah yang sesuai berdasarkan kondisi agroklimat yang ada.
f. Untuk menetapkan komoditas yang dapat diunggulkan pada setiap wilayah, data dari kegiatan nomor 5 diseleksi berdasarkan urutan prioritas, ekonomi lahan, kemudahan budidaya, ketahanan tanaman terhadap keterbatasan lahan.
g. Dari seleksi tersebut, setiap wilayah pengembangan disarankan 3 komoditas buah unggulan.
h. Luas wilayah pengembangan ditentukan berdasar penggunaan lahan. Lahan pengembangan merupakan lahan kering yang bukan hutan, perkebunan, perumahanlperkampungan dan kuburan.

2. Penyediaan Benih Varietas Anjuran Komersial (VAK)
Varietas Anjuran Komersial untuk beberapa komoditas unggulan sedang dipersiapkan oleh Ditjen BP Hortikultura dan akan segera lokakaryakan. Setelah VAK disepakati bersama, industri benih akan memperbanyak. Kawasan sentra produksi buah yang barn sebaiknya menggunakan benih VAK ini. Di sentra lama kalau memungkinkan dilakukan penggantian varietas. Penggantian varietas dapat dilakukan dengan cara peremajaan atau dengan top working terhadap tanaman lama.


3. Pembangunan Kebun Buah Percontohan Sebagai Inti Penerapan GAP
Setiap kabupaten diharapkan membangun kebun buah percontohan. Kebun buah percontohan adalah kebun petani yang dikelola dengan baik dan menerapkan prinsip GAP. Pedoman pembuatan Kebun Buah Percontohan telah disiapkan. Kebun buah percontohan ini akan dilombakan. Kebun buah percontohan ini dapat menj adi inti bagi penerapan GAP.

Disamping itu, pada kebun percontohan ini dapat digunakan sebagai uji coba teknologi dan manajemen kebun. Dari hasil uji coba ini dapat disusun standar baku pengelolaan kebun (SPO). Kebun ini akan menjadi contoh bagi kebun buah sehamparan dalam melaksanakan SPO, Kebun percontohan diharapkan dapat dibina secara berkesinambungan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang ada di propinsi dan Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Solok. Untuk itu diharapkan peran Dinas Pertanian Propinsi dalam mengkoordinasikan pembinaan terhadap kebun-kebun percontohan yang berada di kabupaten dengan BPTP, BPTPH, Balitbu dan Dinas Pertanian kabupaten.

4. Penguatan Kelompoktani Komoditas Hamparan
Kebun buah percontohan diharapkan berada dilokasi sentra produksi buah yang telah mempunyai kelompok tani. Kelompok tani buah yang beranggotakan petani buah dengan komoditas yang sarna dan terletak dalarn satu harnparan seluas sekitar 50 ha. Harnparan-harnparan yang sarna perlu difasilitasi agar bergabung sehingga mencapai luasan komersial dan membentuk sentra produksi buah. Masing-masing harnparan perlu mempunyai seorang manajer (koordinator pemandu) dan diJlantu asisten manajer yang akan bekerja bersarna dengan petani untuk menerapkan GAP berdasarkan SPO yeng telah disusun. Petani dalarn satu sentra produksi akan bergabung membentuk koperasi.

5. Pemilihan, Pengangkatan dan Pelatihan Manajer
Manajer dan asisten manajer adalah sarjana pertanian yang mempunyai kemarnpuan mengelola kebun buah. Mereka bisa dipilih dari bekas Pemandu Lapang IHDUA atau mengangkat sarjana baru yang orientasinya bukan menjadi PNS, tetapi berkomitmen untuk maju bersarna petani binaannya. Pada tahap awal diharapkan dukungan dari Dinas Pertanian Propinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten dalarn menyediakan dana untuk menanggung "honor" manajer tersebut.

6. Pelatihan Petani
Tidak hanya manajer, tetapi semua orang yang terlibat dalam aktivitas ini seperti petugas petani dan pedagang perlu dilatih. Demikian pula dengan petani anggota kelompok perlu dilatih mengenai GAP. Pedoman pelatihan manajer maupun petani akan disiapkan oleh Ditjen BP Hortikultura bekerjasarna dengan Badan Pengembangan SDM. Pihak propinsi dan kabupaten diharapkan dapat mengalokasikan dana bagi kegiatan pelatihan tersebut. Propinsi diharapkan menyiapkan kegiatan pelatihan bagi tihgkat manajer dan kabupaten menyiapkan dana untuk pelatihan petani.


7. Pelaksanaan Produksi Buah Berdasarkan Prinsip GAP
Manajer akan menyusun SPO dalarn melaksanakan GAP. Setiap kebun akan menerapkan SPO dengan tepat dengan bantuan manajer. Manajer akan mengingatkan aktivitas apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukan aktivitas tersebut. Manajer juga akan mencatat dan mengajari petani mencatat setiap aktivitas. Dengan melaksanakan SPO secara tepat diharapkan produktivitas dan mutu produksi yang tinggi akan diperoleh. Setiap tahun akan dilakukan audit internal mengenai SPO dan pelaksanaannya serta dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan. Sehubungan dengan hal itu, kegiatan pengembangan kebun percontohan dapat dilakukan dalam kegiatan di tingkat propinsi ataupun di kabupaten. Demikian pula instansi yang terkait seperti BPTP, Balitbu perlu mengalokasikan dana pembinaan/supervisi dalam pelatihan produksi buah mengacu pada GAP di kebun percontohan.

8. Pemasaran Buah Bermutu
Produk buah-buahan yang dihasilkan dengan menerapkan GAP tidak diperdagangkan melalui saluran dagang lama (tengkulak - pedagang pengumpul - pedagang besar – pasar induk - pengecer), karena saluran perdagangan buah seperti ini kurang menghargai mutu. Buah diperdagangkan berdasarkan volume, bukan mutu. Penanganan buah yang kurang baik sering kali menyebabkan penurunan mutu sehingg perlu dibentuk saluran pasar yang khusus menyalurkan buah bermutu. Sebagai ilustrasi, Potensi pasar buah bermutu untuk orang kaya di Indonesia cukup besar. Penduduk Indonesia yang berpenghasilan tinggi mencapai 38 juta jiwa. Mereka tentu sangat sadar akan mutu, dan mereka memerlukan buah dengan mutu tinggi. Dengan asumsi kelompok ini mengkonsumsi buah sebanyak 65,75 kg/kapita/tahun (konsumsi minimal yang dianjurkan oleh FAO), maka mereka memerIukan buah berkualitas tinggi sebanyak 2,50 juta ton. Untuk itu, diperIukan kerjasama dan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil (BP2HP) dalam membina kebun-kebun percontohan ini secara nasional, upaya rintisan pemasaran dari kebun-kebun percontohan ini agar dapat menjadi menjadi prioritas kerja di Ditjen BP2HP dengan jajaranya yang ada di propinsi.

9. Pelaksanaan Sertifikasi
Lembaga Standarisasi dan Sertifikasi Mutu (LSSM) telah dibentuk di Ditjen BP Hortikultura. Lembaga ini akan secara aktif melakukan pembinaan dan bimbingan agar kebun-kebun buah di sentra-sentra produksi tersebut akhimya secara bertahap dapat disertifikasi. Pada saat ini instrumen sertifikasi sedang dipersiapakan dan personalia yang melakukan akreditasi akan dilatih.

10. Promosi
Promosi terhadap pelaksanaan GAP perlu terus dilakukan. Promosi akan membentuk image akan mutu buah tropika nusantara, agar konsumen nantinya lebih memilih buah tropika nusantara bermutu daripada buah impor. Promosi juga dilakukan di luar negeri untuk membangun citra buah Indonesia. Untuk itu, perlu dialokasikan dana promosi setiap tahunnya baik di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Promosi dapat dilakukan melalui keikutsertaan pada pameran/festival baik yang dilakukan di dalam maupun diluar negeri.

11. Pelayanan Informasi Melalui Website
Untuk meningkatkan wawasan perlu memanfaatkan informasi yang tersedia melalui website. Seperti website Deptan, Dirjen BP Hortikultura, Direktorat Tanaman Buah, Balitbu, Lolit Tlekung, dan lain-lain.

12. Sarana/Lembaga/Infrastruktur Penunjang
Pelaksanaan GAP dan penerapan SPO tidak dapat berjalan dengan mulus tanpa dukungan dari kesiapan sarana/lembaga/infrastruktur di daerah. Beberapa UPTD di daerah dapat di push untuk terlibat dalam kegiatan ini, seperti pembentukan "Agroklinik,” bisa dilakukan oleh UPTD, BPTPH, BPTP atau dari perguruan tinggi setempat. Untuk kesiapan pendamping teknologi, dapat dilakukan oleh BPTP atau lembaga penelitian lain yang tersedia di daerah. Penyiapan laboratorium pengendali mutu buah dapat dirintis melalui kerjasama dengan perguruan tinggi setempat atau lembaga penelitian yang terdekat. UPTD, BPSB dan BBI Hortikultura diperkuat untuk siap menyediakan benih unggul bermutu. ediana, wayan (sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura)
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

Terimaksih atas komentarnya