Ir. ediana wayan M.Si
Apa itu SCM ?
SCM yang merupakan singkatan dari Supply Chain Management atau dalam bahasa Indonesianya kita kenal dengan Manajemen Rantai Pasokan merupakan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktifitas produksi sampai siap digunakan oleh pemakai/user. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan: 1) Proses budidaya untuk menghasilkan produk (hortikultura); 2) Mentransformasikan bahan mentah (penanganan panen dan pasca panen); dan 3) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi. SCM sendiri adalah suatu jejaring organisasi yang saling tergantung dan bekerjasama secara menguntungkan melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen).

Kenapa harus menerapkan SCM ?
Pada saat ini produk hortikultura Indonesia baru mampu memasok kebutuhan konsumen dalam negeri/pasar tradisional dan masih sangat sedikit yang di ekspor karena produk hortikultura nasional kurang kompetitif di pasar Internasional. Hal ini disebabkan oleh sistem produksi di lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien, serta jumlah produksi terbatas. Selain itu dukungan kebijakan perbankan, perdagangan, ekspor dan impor belum berpihak kepada pelaku agribisnis hortikultura dalam negeri.

Untuk masa yang akan datang pembangunan agribisnis hortikultura perlu dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif. Artinya, pembangunan agribisnis hortikultura perlu memperhatikan keseluruhan aspek dan segmen agribisnis dari hulu sampai ke hilir dan perangkat penunjangnya menuju keseimbangan antara usaha promosi peningkatan produksi, perbaikan distribusi dan promosi peningkatan konsumsi, serta menguntungkan semua pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, program pembangunan agribisnis hortikultura perlu disusun dengan memperhatikan keberadaan dan berfungsinya berbagai perangkat keras dan lunak, yang ada di daerah setempat diantaranya kebijakan, prasarana dan sarana, kelembagaan, teknologi, sistem informasi dan permodalan. Selanjutnya untuk memetakan kondisi dan permasalahan yang ada, membuat analisis kebutuhan perbaikan, menetapkan target-target perbaikan dan menyusun rencana aksinya dapat digunakan dengan pendekatan SC., Sebab, dengan pendekatan SCM dapat memperbaiki dalam pengembangan produk hortikultura baik mutu, jumalh maupun rutinitasnya yang pada gilirannya dapat menjawab tantangan di bidang hoertikultura, khususnya dalam menghadapi era globalisasi.

Bagaimana Menerapkan SCM ?
Dalam pelaksanaan SCM agar dapat dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna ada 5 aliran utama yang harus diterapkan yaitu :
1. Aliran produk, merupakan gambaran aliran yang bersifat searah dan diawali dari produsen/petani dengan melewati beberapa mata rantai yang akhirnya akan diterima oleh pengguna/konsumen.
2. Aliran Informasi, merupakan gambaran aliran informasi yang akan dibutuhkan. Terdapat 2 jenis aliran informasi yaitu: 1) Aliran informasi bersifat searah dari pedagang pengumpul besar (grosir) ke pedagang pengumpul antar pulau dan produsen); 2) Aliran informasi dua arah antara konsumen, pengecer, supermarket, toko, pedagang pasar tradisional maupun pedagang pengumpul besar.
3. Aliran dana, adalah gambaran aliran uang/modal yang berawal dari konsumen sebagai pembeli selanjutnya mengalir pada tiap mata rantai dan pada akhirnya akan sampai di produsen untuk digunakan sebagai biaya produksi. Aliran dana ini bersifat searah artinya dana dihasilkan dari pertukaran dengan produk yang dibeli konsumen dengan melewati beberapa mata rantai, akhirnya akan diterima oleh produsen sebagai penukar dari produk yang dihasilkan. Aliran dana dapat berupa dana tunai, pinjaman atau pengikat.
4. Aliran Pelayanan, merupakan gambaran aliran layanan yang dilakukan tiap mata rantai pasokan. Aliran ini bersifat searah diawali oleh produsen yang melakukan pelayanan baik penyediaan dana, sarana produksi, peralatan kerja maupun bantuan konsultasi kepada mata rantai selanjutnya.
5. Aliran Kegiatan, merupakan gambaran kegiatan yang dilakukan oleh tiap mata rantai terhadap produk yang dihasilkan. Aliran kegiatan ini bersifat searah yang diawali dari produsen kemudian dilanjutkan kepada pengumpul tingkat desa, pengumpul tingkat kecamatan, pengumpul kabupaten untuk peningkatan nilai tambah seperti pemilahan dan pemilihan sesuai standar serta pengemasan, sehingga meningkatkan nilai jual produk yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna akhir/konsumen dalam bentuk mutu.

Apa Saja Prinsip Keberhasilan Penerapan SCM ?
Kunci keberhasilan penerapan SCM hortikultura terletak pada 6 hal, yaitu :
1. Memahami pelanggan dan konsumen, artinya memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan standar yang diinginkan, menyeleksi produk sesuai dengan selera konsumen, memberikan jaminan kualitas dan harga bersaing, memberikan merek sebagai jaminan kualitas dan informasi mengenai referensi konsumen.
2. Menyediakan produk dengan benar sesuai permintaan konsumen, artinya dalam upaya memproduksi hortikultura kita harus memperhatikan Good Agricultural Practices (GAP) dan Standar Prosedur Operasional (SPO), sertifikasi produk, menyediakan produk dengan harga terjangkau dan pengaturan produksi sesuai dengan kebutuhan pasar.
3. Menciptakan nilai tambah dan membagikan harga kepada semua anggota rantai, artinya menyusun keseimbangan margin harga di masing-masing rantai secara proporsional sesuai aktifitas dan resiko yang ditanggungnya serta dituangkan dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan, transparansi di masing-masing rantai, peningkatan pemberdayaan (posisi tawar) petani, menciptakan nilai tambah melalui produk development, melakukan klasifikasi dan standarisasi mutu produk sesuai dengan kebutuhan pasar.
4. Logistik dan distribusi yang memadai, artinya harus ada kontinuitas suplai baik jumlah maupun mutu, penguatan kelembagaan tani, peningkatan sarana dan prasarana on farm dan off farm (infrastruktur), transportasi dan distribusi serta biaya transportasi yang efisien dan ketepatan waktu dalam pendistribusian produk.
5. Komunikasi dan informasi yang lancar, artinya melalui penguatan sistem informasi antar pelaku bisnis, peningkatan jalinan informasi antar pelaku bisnis atau menciptakan champion yang dapat memperlancar komunikasi dan informasi antara produsen dan pelaku usaha serta perlu dukungan sarana dan prasarana software dan hardware.
6. Hubungan yang efektif antar pelaku rantai pasokan, artinya membangun hubungan yang saling menguntungkan antar pelaku bisnis, membangun komitmen, adanya transparansi, fairness antar pelaku bisnis dan perlu dibangun kelembagaan vertikal dan horisontal dalam bentuk asosiasi.

Sehubungan dengan penerapan SCM tersebut sampai saat ini terdapat beberapa daerah di Indonesia yang telah menggunakan pendekatan SCM dalam meningkatkan nilai kompotitifnya di pasaran. Contohnya, komoditas sayuran bawang merah di kabupaten Brebes, Jawa Tengah.























Karakteristik Prasarana (Kondisi yang diharapkan) dalam penerapan SCM Bawang Merah di Brebes adalah sebagai berikut :
1. Jalan Desa
Kondisi jalan desa perlu diaspal
Dapat menopang pick up dengan daya angkut s.d 5 ton
Lebar jalan 2,5 – 3 m

2. Jalan Kecamatan
Kondisi jalan kecamatan diaspal
(dengan memperbaiki kondisi jalan yang berlubang)
Dapat menopang pick up/truk dengan daya angkut s.d 7 ton
Lebar jalan 3 – 4 m

3. Jalan Kabupaten
Diaspal, hot mix
Dapat menopang truk dengan daya angkut s.d 10 ton
Lebar jalan 4 – 5 m

4. Jalan Propinsi :
Diaspal, hot mix
Dapat mendukung truk container dengan kapasitas s.d 30 ton
Lebar jalan 7 – 8 m


5. Unit Penampungan kecil
Memiliki gudang dengan kapasitas 5 – 10 ton
Menampung produk dari petani dengan menggunakan waring net kapasitas max 50 Kg
Melakukan sortasi bawang merah antara yang baik dan yang busuk.
Mengirim produk ke Unit Penampungan sedang dengan menggunakan pick up/truk
Waring net disusun bertingkat max 2 susun (pick up), atau 5 susun (truk)

6. Unit Penampungan Sedang
Memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas 10 – 15 ton
Melakukan kegiatan sortasi berdasarkan tujuan pasar berbeda
Melakukan pengkelasan produk
Menampung produk dengan waring net kapasitas max 30 kg
Pengiriman produk ke Unit Pelayanan Terpadu dilakukan dengan menggunakan Pick up/truk dengan kapasitas 2 – 3 ton (Pick up) dan 5 – 7 ton (truk)
Waring net disusun bertingkat dengan maksimal 3 susun (pick up) atau 8 susun (truk)

7. Unit Pelayanan Terpadu
Memiliki lantai jemur
Fasilitas perbankan
Memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas maksimum 50 ton
Memiliki fasilitas packaging, labeling, timbangan, pembersihan,
Menyiapkan produk siap dipasarkan di dalam negeri dan luar negeri
Melakukan pengkelasan produk dalam 3 kelas (A, AA, AAA)
Melakukan pelabelan
Melakukan pemeriksaan SPS (Badan Karantina)
Melakukan pengkemasan dengan waring net
Pengiriman produk ke pusat-pusat pemasaran domestik dan pelabuhan laut/udara dengan menggunakan kendaraan dengan spesifikasi sebagai berikut :
• Kontainer
• Waring net disusun bertingkat maksimal 8 susunan ke atas

Agar prinsip keberhasilan dalam penerapan SCM dapat berjalan dengan baik, harus ada faktor pendukung dalam pelaksanaan SCM ini. Bagaimana hubungan antara prinsip dan faktor pendukung tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.











Tabel 1. Keterkaitan Prinsip Supply Chain Management Dengan Faktor Pendukung




No
PRINSIP



PENDU-
KUNG Memahami Kebutuhan & Perilaku Pelangganggan dan konsumen
Menyediaakan produk yang benar sesuai dengan permintaan pasar
Menciptakan dan membagikan nilai tambah kepada semua anggota rantai
Penyediaan logistik dan Distribusi yang memadai
Komunikasi dan Informasi yang lancar
Hubungan yang efektif antar pelaku dan rantai pasokan




1


Kebijakan Identifikasi /survei/preferensi konsumen
Penyiapan panduan, norma, standar (GAP, SOP, HACCP, SPS, BMR, dll)
Panduan transparansi kerja sama saling menguntungkan antar pelaku
- Subsidi transportasi
- Penataan sistem transportasi dan distribusi
Pedoman penataan sistem komunikasi & informasi
Pedoman pola usaha/ etika bagi pelaku rantai pasokan




2

SDM Penyuluhan tentang perilaku & prefensi konsumen
- Pelatihan tenaga accessor
- Pelatihan / sosialisasi GAP, SOP
Pelatihan manajemen usaha setiap rantai
Pelatihan penanganan pasca panen
Pelatihan tentang pemanfaatan teknologi informasi

- Rekruitmen, supply chain champions






3




Prasarana Prasarana untuk akses informasi (website)
- Fasilitas pengairan, rumah lindung
- Penyediaan gudang berpendingin
- Penyediaan rumah pasca panen
-Penyediaan gudang berpendingin
-Penyediaan rumah pasca panen
- Penyediaan gudang & alat transportasi berpendingin
- Perbaikan infrastruktur (JUT, jembatan)
- Pembuatan STA/Unit Pelayanan Terpadu
Penyediaan fasilitas komunikasi & informasi
Penyediaan fasilitas komunikasi dan transportasi


4

Sarana Sarana komunikasi & informasi
Penyediaan sarana produksi : Penyediaan sarana panen & pasca panen
Penyediaan sarana penanganan pasca panen Penyediaan mobil pendingin
Penyediaan sarana komunikasi/ komputer
Penyediaan sarana komunikasi/komputer






5





Teknologi







Kajian preferensi konsumen
- Penggunaan benih unggul bermutu
- Penerapan SLPHT
- Penerapan GAP & SOP
- Penerapan pola produksi
- Penerapan teknologi off season
- Penerapan teknologi pasca panen
-Pengaturan pola tanam & jadwal tanam untuk mencapai keseimbangan produksi
- Inovasi teknologi penerapan teknologi off season Penerapan teknologi off season
Teknologi komunikasi & informasi (media cetak, elektronik)






6













Kelembagaan




Fasilitasi champion untuk mengetahui perilaku pelanggan dan konsumen






- Penguatan manajemen kelompok
- Pendampingan penerapan GAP & POS
- Fasilitasi kemitraan antara anggota rantai
- Pembentukan asosiasi petani
- Pembentukan asosiasi pedagang
- Pembentukan asosiasi komoditas (Pokja) Peningkatan kerjasama antar anggota rantai untuk logistic dan distribusi


- Forum dialog antar anggota rantai(kesepakatan harga,dll)
- Temu asosiasi petani
- Temu asosiasi pedagang
- Pertemuan Pokja - Fasilitasi Supply Chain Champion
- Temu usaha antar pelaku rantai pasar





7

Modal
/Pembiayaan




Pendanaan untuk melakukan kajian preferensi(pemerintah dan swasta) Penyediaan kredit berbunga rendah (SP3, KHM, PMUK, koperasi, LM3)
Penyediaan modal penyangga pada saat panen raya

Penyediaan dana untuk pengadaan prasana Penyediaan modal utk menunjang kelancaran komunikasi

Fasilitasi modal utk Supply Chain Champion




8

Sistem Informasi
Penyediaan informasi tentang perilaku& preferensi konsumen
Penyediaan informasi ketersediaan produk
- Penyediaan informasi harga disetiap rantai
- Penyediaan informasi analisa usaha disetiap rantai Penyediaan informasi mengenai logistik& distribusi
Pengembangan SIM produk hortikultura sesuai SCM

Penyediaan informasi secara transparan dlm rantai SCM





9



Sosial Budaya
Survai preferensi konsumen berdasarkan budaya, pendapatan

Pemanfaatan nilai budaya untuk penyediaan produk yang berkualitas

Pemanfaatan sosial budaya dalam transparansi harga (hubungan kekeluargaan)
Pemanfaatan sosial budaya untuk logistik dan distribusi
Pengembangan budaya berkomunikasi
- Penguatan sosial budaya untuk saling ketergantung-an
- Saling percaya
- Saling menguntung-kan


10
Lingkungan Lain
- Jaminan keamanan berinfestasi
- Jaminan keamanan dalam transporasi & distribusi

Apa peran Penyuluh Pertanian?
Dalam penerapan SCM, penyuluh pertanian mempunyai peran yang sangat strategis untuk merubah prilaku petani dalam proses budidaya agar menghasikan produk hortikultura dengan menerapkan prinsip-prinsip GAP dan SPO, karena GAP dan SPO tersebut merupakan bagain integral dalam penerapan SCM. GAP merupakan praktek pertanian yang bertujuan untuk : a) memperbaiki kualitas produk berdasarkan pada standar spesifik; b) menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi; c) menjamin penghasilan yang tinggi: d) menjamin teknik produksi yang sehat; e) menjamin kesehatan dan kesehatan pekerja: f) maksimasi efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam: g) mendorong pertanian berkelanjutan; h) minimasi resiko pada lingkungan. Sedangkan SPO merupakan standar pelaksanaan pekejaan dalam setiap usaha pertanian, agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan.

Penerapan GAP perlu dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan kelompoktani sehingga apa yang ditetapkan dalam SPO dapat dilakukan dengan baik. Bila penerapan GAP dilakukan dalam skala kecil, petani dapat berkelompok, kelompoktani tersebut secara bersamaan mengelola kebun/lahan berdasarkan pada SPO. Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan GAP adalah menerapkan SLPHT, adanya diseminasi teknologi, sumberdaya manusia yang memadai dan menggunakan benih bersertifikat. Bila penerapkan GAP/SPO belum berjalan secara optimal maka penerapan SCM-pun sulit untuk dibangun, karena saling keterkaitan dalam pelaksanaannya. Untuk itu sangat dibutuhkan peran penyuluh pertanian menyampaikan tentang SCM, GAP dan SPO. ediana, wayan (sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura)
0 Responses

Posting Komentar

Terimaksih atas komentarnya